Rumah panggung yang seluruhnya terbuat dari kayu segera saja menarik perhatian mereka yang melintas di jalan Sudirman, Limboto, Kabupaten Gorontalo. Keanggunan bangunan itu dengan kuatnya merefleksikan kemegahan arsitektur tradisional Gorontalo. Pepohonan besar di sekitar halaman bangunan tersebut memberikan suasana hijau yang teduh. Sinar matahari yang menerobos sela-sela dedaunan menciptakan noktah-noktah cahaya yang membersit tajam diantara bayangan. Kontras dengan lanskap kawasan yang ditata modern. Bangunan tradisional di tengah kerimbunan pepohonan itu tampak seperti “Oasis Oksigen†yang menjanjikan keteduhan di teriknya panas Gorontalo.
Bantayo Poboide, demikian huruf-huruf yang tertulis di sebuah prasasti dekat pintu gerbangnya. Mengandung pengertian Rumah Musyawarah Adat, Bantayo Poboide memang menjadi sebuah situs budaya yang berfungsi sebagai tempat berkumpul bagi masyarakat Kabupaten Gorontalo. Berbagai upacara adat, penerimaan tamu kenegaraan, pesta perkawinan adat, sampai kegiatan sosial dan keagamaan kerap dilangsungkan di tempat itu. Seperti sebuah balai besar, Bantayo poboide, menjadi sebuah tempat ideal yang mengakomodir beragam kegiatan masyarakat Kabupaten.
Rumah Musyawarah Adat itu sendiri terletak tepat berhadap-hadapan dengan Kantor Bupati Gorontalo. Jika ditilik dari desain arsitekturnya, kedua bangunan tersebut tampak jelas kemiripannya, sehingga peletakan yang tepat berihadapan dari keduanya seolah mengesankan pertemuan dua era dari dari satu akar budaya yang satu.
DETAIL EKSTERIOR
Jika diperhatikan lebih seksama, rumah panggung Bantayo Poboide yang keseluruhannya terbuat dari kayu ini menggunakan dua jenis kayu. Yaitu kayu coklat kemerahan yang berserat lurus dan kayu hitam. Kayu coklat kemerahan itu sendiri ampak mendominasi seluruh bangunan. Sementara kayu berwarna hitam dipergunakan sebagai kusen, pegangan tangga dan pagar balkon, serta ukiran lubang anginnya. Perpaduan dan penempatan kedua jenis kayu tersebut menjadikan detil keseluruhan bangunan tampak tajam disamping membuatnya terkesan kharismatik.
Keseluruhan dinding, daun pintu, jendela, dan lantai terbuat dari kayu coklat kemerahan, yang dipernis tipis. Sementara, semua kusen, tulang pintu, jendela dan pegangan tangga serta balkon terbuat dari kayu hitam. Demikian pula denga lubang angin di atas pintu, yang menampilkan ukiran halus bermotif tumbuhan dan bunga yang berlubang-lubang. Ukiran kayu hitam inilah yang memberi aksen artistik sekaligus karismatik pada eksterior bangunan.
Dua buah tangga yang cukup lebar, secara simetris terletak di muka bangunan. Keduanya mengapit balkon yang merupakan bagian serambi depan. Sementara di sayap kanan dan kirinya terdapat ruang terbuka yang lebih rendah dari bagian panggung bangunan utama. Meski demikian kedua ruangan di sayap kanan dan kiri itu tetap lebih tinggi dari permukaan tanah dan merupakan aula terbuka bagi serambi kanan dan kiri bangunan utama. Sepasang tangga yang masing-masing terletak disayap kanan dan kiri, menghubungkan serambi kanan dan serambi kiri bangunan utama. Sehingga, tanpa melalui tangga utama di depan bangunan, orang dapat saja keluar dari serambi kanan atau kiri menuju aula terbuka di sayap bangunan utama.
INTERIOR DAN PEMBAGIAN RUANGAN
Karpet merah yang menutupi seluruh lantai, bahkan juga setiap anak tangga di muka bangunan. Rona merah terang karpet tersebut memberi aksen yang memperkuat keanggunan keseluruhan interiornya. Daun pintu dan jendelanya yang menggunakan kayu coklat kemerahan tampak kokoh dengan list lebar dari kayu hitam. Desain Krepyak pada daun pintu dan jendela itu memperkuat kesan antik sekaligus fleksibel pada keseluruhan interior bangunan.
Keseluruhan bangunan Bantayo Poboide ini terbagi atas lima bagian. Yaitu:
1. Serambi Luar atau Depan.
2. Ruang Tamu, yang merupakan ruangan memanjang dengan sebuah kamar di masing-masing ujung kanan dan kirinya.
3. Ruang Tengah, yang merupakan ruangan terluas di antara kelima bagian yang lain. Di Ruang Tengah ini terdapat dua buah kamar yang keduanya terletak di sisi kiri ruangan. Dua buah tempat tidur kayu antik terdapat di dalam masing-masing kamar itu. Keduanya menggunakan kelambu dan dihiasi kain-kain bersulam benang emas yang sangat cantik. Sementara di sisi kanan ruangan ini terdapat seperangkat pelaminan khas Gorontalo, Lima boneka seukuran manusia berdiri di kedua sisi pelaminan. Sepasang boneka laki-laki dan perempuan berpakaian adat berada di sisi kanan pelaminan. Sementara tiga boneka lain, yang menggambarkan sebuah keluarga kecil, berada di sisi kanan pelaminan. Ketiganya memakai pakaian adat bergaya muslim yang kaya warna dan penuh bersulam benang emas.
4. Ruang Dalam, yang memiliki luas dan bentuk sama dengan Ruang Tamu. Dua buah kamar juga terdapat di masing-masing di ujung kanan dan kiri ruangan ini. Selain pintu dalam kamar-kamar di Bagian Dalam ini juga mempunyai pintu yang menuju ke serambi samping.
5. Ruang Belakang tempat beradanya Dapur, Kamar mandi, dan kamar-kamar kecil. Tidak seperti di ruangan lainnya, kamar-kamar di Ruang Belakang ini terletak berdereet memanjang. Sementara di masing-masing ujung kanan dan kirinya terdapat sebuah pintu keluar menuju serambi samping.
Yang sangat menarik dalam pembagian ruangan ini adalah tata letak pintu-pintu penghubung antar satu ruangan dengan ruangan lainnya. Seperti sebuah poros tengah pintu-pintu tersebut menjadi titik tengah yang membagi keseluruhan Ruangan secara simetris di kanan dan kirinya. Semua pintu tersebut memiliki sepasang daun pintu dengan desain “krepyak†Sementara pintu terakhir di ruang belakang langsung menuju serambi belakang yang tidak terlalu luas dibandingkan dengan serambi depan. Sebuah tangga yang langsung turun ke bawah terdapat di serambi belakang ini.
GENTENG TANAH YANG PAMALI.
Pengamatan terhadap arsitektur rumah musyawarah adat dan rumah-rumah penduduk maupun gedung-gedung yang ada di Kabupaten Gorontalo semakin menarik. Tidak satupun rumah-rumah dan gedung-gedung di Kabupaten ini menggunakan genteng. Jika tidak menggunakan atap seng yang umum digunakan, masyarakat menggunakan asbes sebagai atap rumah mereka. Ketika ditanyakan kepada beberapa warga, kami memperoleh jawaban seragam yang sangat unik.
“Orang Gorontalo anti menggunakan genteng, yang terbuat dari tanah sebagai atap rumahnya. Karena mereka memiliki kepercayaan hanya orang mati yang tinggal dibawah tanah.†demikian Hamzah Isa menjelaskan seraya tersenyum lebar. Sebuah jawaban pragmatis yang masuk akal.
Penggunaan atap seng dengan cuaca yang tergolong panas, rumah-rumah di gorontalo dibuat dengan langit-langit yang tinggi. Demikian pula dengan Bantayo poboide. Langit-langit bangunan tradisional ini sangat tinggi dan terbuat dari kayu coklat kemerahan serta dihiasi oleh relief pahatan yang terbuat dari kayu hitam. Desain panggung dari rumah-rumah tradisional tersebut juga memelihara terjaganya aliran udara dari lantai ke bagian dalam seluruh bangunan.
Hal menarik lain yang sangat menonjol dari Bantayo Poboide ini adalah tamannya. Puluhan para-para mungil yang diberi atap, mengisi seluruh lahan di bawah pepohonan besar di dalam taman. Beragam tanaman hias tumbuh di dalam ratusan pot yang diletakkan di atas para-para yang dicat aneka warna, membuat taman diseputar Bantayo Poboide terkesan cantik dan meriah..
Para-para beratap yang dicat warna-warni terang ini tidak hanya terdapat di taman Bantayo Poboide. Hampir setiap rumah penduduk, tak perduli di ibukota Kabupaten maupun dipedesaan memilikinya. Bahkan taman-taman di perbatasan Kabupaten dengan Gorontalo Kota, Juga dihiasi dengan para-para seperti itu. Seolah menjadi sebuah reputasi, para Ibu seantero Kabupaten berlomba-lomba menghiasi rumah mereka dengan taman bunga lengkap dengan para-para khas tersebut. Ragam tanaman hias yang dimilikinya tak akan memiliki arti jika tanaman-tanaman tersebut ragam tanaman hias yang dimilikinya tidak akan tak tumbuh subur, rimbun dan berbunga.
Seorang ibu yang sedang membenahi tamannya, di Kecamatan Isimu berkata : ¦ kalau nanti saya punya uang cukup, saya akan bikin para-para yang lebih bagus, saya cat supaya cantik .. Demikian jelasnya seraya menunjukkan betapa subur aneka tanaman hias di para-para bambu miliknya, bermacam-macam jenis suplir-supliran berwarna hijau berjuntai dari aneka pot yang terbuat dari kaleng bekas, plastik, bahkan botol-botol air mineral yang telah di potong. Melihat kecintaan para ibu pada keindahan dan taman, pantas saja kalau puluhan para-para di halaman Bantayo poboide itu tampak sangat terpelihara. Oleh karena, Rumah Musyawarah Adat itu sendiri menjadi tempat berkumpul dan aneka kegiatan yang sebagian besar diselenggarakan oleh para ibu dari seluruh kawasan Kabupaten.
aku bisa minta tolong dikirimkan gambar baju pernikahan adatnya yah.. trimakasih
bisa minta denah bangunannya gak?