Masyarakat Dan Subyek Cyber

Melihat pada fantasi-fantasi utopian tentang cyberspace sebagai sebuah kesadaran palsu, para pengkritik Marxist melakukan sebuah analisis ideologi yang serupa dengan apa yang dilakukan oleh Slavoj Zizek sebagai salah satu prosedur Kritikan ideologi : sebuah pembacaan yang symtom tentang ideologi yang bertujuan untuk mengungkap poin-poin dimana penandaan yang berbeda dan bertentangan disusun bersama dalam totalisasi untuk menutup ketidakmungkinan dari sebuah bidang ideologi menurut petunjuk Zizek pada prosedur kedua dari kritikan ideologi sebuah pembacaan kesenangan psychic dalam penyambungan ideologi.Fokus utama akan menjadi mekanisme fisik yang merupakan subyektifitas cyber. Poin-poin ini pada dasarnya masih tidak muncul dalam signifikasi ideologi dan hanya mengkhianati dirinya sendiri dalam pengungkapan yang symtomatik, sebuah analisis yang membuat para pengkritik ideologi dapat melihat ketidakmungkinan yang melekat, yang kemudian disamarkan dalam ideologi. Dengan menggunakan antisemitisme dan pemilihan yang demokratis sebagai dua contoh, Zizek menunjukkan bagaimana mereka mengungkap sebagai gejala-gejala ideologi dan sebuah masyarakat yang organik, liberal, dan demokratis: sedangkan kaum Yahudi diperlakukan sebagai sebuah masyarakat yang secara bersamaan menyangkal dan memasukkan ketidakmungkinan struktur dari hal-hal yang ada dalam masyarakat, sebuah hal yang memiliki fungsi untuk memberikan kerangka pada sebuah fantasi untuk menarik perhatian orang dari hal yang sebenarnya dalam masyarakat; pemilihan-pemilihan, melalui proliferasi skandal-skandal, kekerasan, atau penyuapan, memunculkan ketidakmampuan masyarakat yang demokratis untuk membuang karakternya yang tidak rasional dimana struktur simbolik demokrasi berada. Mengikuti dugaan dari Laclau dan Mouffe, Zizek menyanggah bahwa ideologi dan sebuah masyarakat yang teratur dan organik didasarkan pada penghapusan dasar antagonistiknya, masyarakat tidak ada. Kritikan tentang ideologi dalam cyberspace berada dalam jalan yang sama. Dengan menempatkan ketidakmungkinan cyberspace untuk meningkatkan keadilan, demokrasi, kebebasan agar terhindar dari hirarki komersialisasi politik atau kapitalis, dan bentuk-bentuk masyarakat dan subyektifitas baru, para pengkritik memunculkan ideologi cyberspace sebagai sebuah cyberhype yang mencakup semuanya (sangat didukung oleh para pemikir cyber post modernis). Kemudian gerakan ini masih kurang radikal, dan karena kekuarangan ini, banyak membuang kekuatannya yang penting. Mengikuti hal yang logis dari Zizek, kita harus mencatat bahwa semua kapitalis yang berusaha untuk mencari keuntungan dari net, mereka yang memiliki hak secara sosial dan ekonomi yang memiliki akses penuh dan eksklusif pada net, dan mereka yang memiliki, yang telah memperburuk gap sosial dengan menciptakan lebih banyak orang yang tidak memiliki dari pada saat cyberspace belum ada, semua ini merupakan kesatuan pendalaman yang mendalam tentang ideologi yang fungsinya adalah untuk menyamarkan realita dari masyarakat (liberal modern) seperti yang secara hukum dipisahkan oleh antagonismenya yang tidak dapat didamaikan. Dalam hal ini, para pengkritik seperti Stallabrass membagikan pemikiran utopian yang sama seperti mereka yang memiliki cyberhype penuh, karena mereka masih memiliki anggapan awal bahwa sebuah keadaan organik yang ideal dalam masyarakat dimana subjek-subjek tinggal dalam pemenuhan diri sendiri, sebuah keadaan yang tidak hanya untuk menyimpan kembali setelah kejahatan-kejahatan sosial dibuang. Hal semacam ini akan gagal untuk memberikan isi yang kongkret untuk utopia alternatif ini, maka mereka kehilangan kekuatan yang penting. Kegagalan datang dari kesalahan pengenalan mereka tentang sebagai apa pemujaan tentang ideologi tersebut muncul dan apa mereka ini sebenarnya. Saat mengenali satu sisi dari pemujaan ideologi ini, sebagai penanda kepastian, mereka melihat sisi lain yang juga sebagai penanda penolakan (ketidakmungkinan masyarakat). Karena hal semacam ini gagal untuk mempertimbangkan ketidakmungkinan struktural yang berada dalam lingkup sosial, ketegangan yang melekat pada mereka kadang akan menjadi sangat jahat sehingga memproduksi tuduhan-tuduhan yang keras.

Masalah utama di sini adalah bukan bagaimana untuk meningkatkan dan memberdayakan kritikan ini dengan membuatnya dapat mengisi anggapan dalam utopian dengan segala isi akhir yang kongkret, tapi dapat mengenal bahwa ketidak mungkinan dari ideologi sosial ini harus memiliki isi yang sangat fundamental yang mendukung seluruh bidang sosial dan fungsi sosial, yang tanpanya maka masyarakat akan gagal. Dengan berpindah dari pemujaan ideologi yang mendalam sebagai hal yang melibatkan kejahatan-kejahatan sosial, bukan tindakan akhir dari masyarakat utopian yang lebih baik, tapi kekurangan struktur, ketidakmungkinan struktural yang mencakup pekerjaan simbolik sosial dan sangat terlibat di dalamnya sebagai prinsip pengaturannya. Ini, merupakan bukanlah sesuatu yang pernah berada di dalam susunan simbolik sosial , menutupi dirinya, dan yang berada diluar dirinya, untuk terus secara negatif menutupi dirinya, sebuah hal yang tidak bisa kembali dari waktu ke waktu dalam bentuk-bentuk simtomatis untuk mengganggu normalitas dan organisitas masyarakat.

Maka, apa yang ditutupi oleh ideologi cyberspace adalah dampak dari inti radikal ini pada ketidakmungkinan sosial, dan bukan sebuah utopia sosial seperti Strallabrass prediksikan :

Kita dapat menarik kesimpulan dari hal ini bahwa semua kegagalan cyberspace dalam menciptakan sebuah masyarakat demokratis liberal cyber (masalah-masalah pornografi, ketidak adilan ekonomi, komersialisasi, penindasan politik dari kebebasan bicara, dan pengawasan telepon saat menghasut sebuah masyarakat yang memiliki pandangan) semua fenomena ini hanyalah merupakan gejala-gejala yang mengikuti, bukan kemungkinan dari klaim-klaim cyberspace, masyarakat tapi gagal untuk menghasilkan, tapi merupakan ketidak mungkinan dari masyarakat semacam ini (Strallabrass,1995:hal:77)

Ketidakmungkinan sosial yang dicoba untuk ditutupi oleh ideologi, dan kritikan tentang ideologi sering gagal untuk mempertimbangkan, dia berhubungan erat dengan masalah subyek dalam hal modernnya. Dalam elaborasi historisnya pada kewarganegaraan sebagai basis subyektifitas modern, Etienne Balibar menunjukkan bahwa asumsi yang mengatakan bahwa manusia adalah subjek yang sama dan subjek bebas di masyarakat modern menghilangkan pendapat keberatan yang juga konstitutif untuk subjek. Subjek, menurut elaborasi Balibar, adalah konvergensi dari dua hal yang hampir bertentangan: subjektum, yang mengacu pada sebuah substansi impersonal dan stabil dalam subjek, dan subjektus, yang berarti satu dalam subjeksi atau kepatuhan. Karena pertentangan dasar antara konstitusi yang tidak menentukan dan yang menentukan dari subjek, subjek modern sebagai seorang warga negara yang bebas yang memiliki hak-haknya dengan partisipasi dalam praktek-praktek politik dalam muncul hanya dengan menghilangkan hak subjektus pada subjektum. Kemudian, subjeksi sebagai sebuah bagian yang melekat pada subjek hanya dapat dihilangkan, tidak pernah dapat dihancurkan seluruhnya karena ini tidak dapat dibuang dalam konstitusi subjek. Maka, dengan acuan pada kemerdekaan dari subjek modern, Balibar mengatakan bahwa nilai dari manusia meningkat dari fakta bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dimerdekakan oleh orang lain, meskipun tidak ada seorangpun yang dapat memerdekakan dirinya sendiri tanpa orang lain. Hubungan yang bertentangan ini mengikuti pertentangan dasar dalam konstitusi subjek yang dipisahkan antara pikiran subjek bebas sebagai yang menentukan dan kebebasannya yang didapat melalui penentuan orang lain. Ernesto Laclau dan Lilian Zac membahas masalah yang sama dalam sebuah cara yang lebih mendetail yang mengirimkan hubungan yang tidak jelas antara seseorang dan orang lain menjadi subjektif dan obyektif, dan mencatatkan bahwa saat kondisi kebebasan dan, karena subyektifitas adalah indeterminasi, subjek yang menentukan diri sendiri tidak pernah bisa menentukan dirinya sendiri, tapi hanya dapat mendapatkan isi yang menentukan yang diperlukan untuk penentuan diri sendiri dari pandangan obyektif, yang heterogen dari pandangan sebuah subyektifitas murni. Situasi ini, pada satu sisi, menganggap subjek dipisahkan tapi masih memiliki hubungan yang tidak memiliki bukti diri, dan pada orang lain, juga menjamin kemampuan subjek untuk memasuki bidang simbolik sosial untuk memenuhi subyektifitasnya sebagai sebuah pelaku sosial dan politik.

Karena isi yang menentukan, subjek perlu untuk mendapatkan kebebasannya yang akan disediakan oleh masyarakat melalui oganisasi-organisasi politiknya, ideologi-ideologi, dalam sebuah kata, melalui semua fungsi simboliknya yang membentuk hubungan identifikasi antara subjektif dan objektif, maka memberikan kepada subjek subyektifitasnya dengan subjektum dan dalam subjektus. Maka kebebasan yang didapat hanya dapat dijaga pada kondisi dimana identifikasi antara subjek dan objek merupakan identifikasi yang aktif, sebuah hubungan yang tidak hanya menganggap dan menyimbolkan kekurangan asli dari subjek, tapi juga menstabilkan identitas objek. Karena, jika ini tidak demikian, maka apa yang ada untuk subjek sepenuhnya adalah subjeksi (subjektus) tanpa adanya kebebasan (subjektum). Dengan kata lain, jika identifikasi pasif dan bukan aktif, jika apa yang subjek identifikasikan adalah sebuah susunan simbol sosial tanpa ada kekurangan, proses ini akan mengarahkan pada penyerapan kembali dari yang tidak menentukan dalam yang menentukan, dimana kebebasan subjek akan digantikan oleh penentuan total dari luar dan alienasi yang tidak dapat ditembus.

Tujuan dalam hal ini dibagi dalam identifikasi karena harus menjadi sebuah ketidak sepadangan konstitusi antara fungsi-fungsi pengisian, dan isi yang kongkret yang mengaktualkannya. Hanya ketika objektif kekuarangan isi yang kongkret, dia dapat melaksanakan fungsi pemenuhannya dalam identifikasi aktif. Jika terdapat isi yang kongkret, maka ini akan mengarahkan kita pada proses penyerapan kembali yang mengganggu keseimbangan antara determinasi dan indeterminasi yang diperlukan untuk konstitusi subyektifitas dari seorang subjek bebas.

Dalam hal yang sama, Zizek, mengikuti Hegel, menyimpulkan bahwa kebebasan semacam ini hanya dapat dijaga pada kondisi dimana dia hanya merupakan sebuah kemungkinan kosing tanpat pernah mengaktualisasikan dirinya sendiri. Arti dari ideologi cyberspace adalah bukan kesadaran palsu, tapi sebagai hal yang gagal untuk mengaktualisasikan sebuah masyarakat yang lebih bebas dan lebih liberal dimana sebuah bentuk subyektifitas yang lebih baik muncul, tapi bahwa sebagai sebuah kegagalan yang disebabkan karena nasib. Dia memunculkan bagaimana masyarakat semacam ini hanya memungkinkan pada kondisi dimana dia tidak pernah diaktualisasikan, sebuah situasi yang menganggap fungsi pemenuhan ideologi dalam pembuatan subyektifitas dalam cyberspace. Ini dari ideologi cyberspace harus menjamin agar subjek mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan yang maksimum. Dengan kata lain, masyarakat yang dijanjikan oleh ideologi cyberspace hanya memungkinkan karena ini tidak mungkin; kemudian ketidakmungkinan ini bukanlah hasil dari kegagalan untuk memberikan isi yang kongkret, tapi dari segi antagonistik masyarakat yang tidak akan pernah bisa didamaikan. Ketidak mungkinan ini adalah dimana ideologi cyberspace menemukan dirinya sendiri enggan untuk menerima dan mengenali. Dengan petunjuk yang sama, kritikan tentang ideologi seperti yang dilakukan oleh Stallabrass kehilangan kekuatan pentingnya karena kritikan ini juga gagal untuk mengenali dan mempertimbangkan ketidakmungkinan struktural masyarakat ini. Tapi, dalam cara yang banyak kesamaan dengan ideologi cyberspace, pada awalnya menganggap sebuah isi kongkret yang lebih baik yang dapat dan harus menggantikan ideologi palsu yang ada dalam ideologi sekarang ini. obsesi ini dengan pengisian inti ideologi cyberspace yang merupakan satu bentuk tujuan politik, dengan menghilangkan fungsi pemenuhannya, akan dan harus gagal; jika tidak, sebuah masyarakat yang merdeka dan bebas akan hilang karena subjek-subjeknya akan ditempatkan dalam penentuan total dari isi kongkretnya.

Ideologi, dalam hal ini, tidaklah perlu untuk menjadi kejahatan yang mengeluarkan kekuatan yang kasar untuk menentukan dan mengabungkan sebuah subjek secara keseluruhan yang mengidentifikasikan dirinya sendiri dengannya, tapi mungkin kejahatan yang perlu untuk konstitusi dari subjek sebgai sebuah agen yang bebas yang harus mengisi kekurangannya melalui identifikasi. Dalam sebuah cara yang sama, Debray juga menyelidiki bahwa ideologi bukanlah antitesis dari sebuah tubuh pengetahuan atau realita beberapa ilusi, kesalahan persepsi atau kesadaran palsu tapi bentuk dan alat organisasi kolektif.

Dan, dalam identifikasi yang aktif ini, subjek menanggapi ideologi sebagai yang juga dipisahkan oleh ketidak sepadanan antara isi dan fungsi pemenuhannya. Hanya dengan mengenalinya, dapatkah kita menghindarkan diri kita sendiri dari fantasi utopian untuk sebuah isi pemenuhan yang lebih baik, untuk kebebasan yang lebih , dan untuk perbaikan akhir dari sebuah diri sendiri yang lebih alami, dan lebih benar. Dan hanya melalui persepsi dari kekuarangan tersebut dan pemisahan dalam tujuan sosial apa yang disebut oleh Laclau dan Zac sebagai pemisahan antara penyusunan sosial dan susunan sosial dapatkah kita membayangkan apa yang diuraikan Zizek sebagai de alienasi subjek yang dicapai melalui sebuah identifikasi akatif dari kekurangan subjek dengan kekurangan tujuan (susunan simbolik) untuk membuat subjek dapat memiliki ruang bernafas. Hanya diluar dari ruang bernafas ini kebebasan akan muncul sebagai konstitutif dari subyektifitas ( menggabungkan subjektum dan subjektus). Ideologi cyberspace, seperti bentuk ideologi lain, kurang memiliki kesadaran palsu yang menahan pemenuhan utopian nyata dan subyektifitas yang lebih baik daripada sebuah tujuan yang diperlukan dimana subjek perlu untuk mengidentifikasikannya untuk mengisi kekurangannya, baik secara sosial maupun politik. Apa yang disembunyikan oleh ideologi ini bukanlah isi dalam pengungkapan diri sendiri untuk penyimpanan yang lebih nyata yang lebih baik. Ini secara aktual muncul, tapi muncul dalam sebuah cara yang negatif, kemungkinan kosong dari sebuah masyarakat yang lebih liberal yang dibuat dari masyarakat-masyarakat virtual yang tersusun dari subjek-subjek murni yang bebas. Disamping berbagai implikasi negatif yang dituliskan oleh para pengkritik Marxist seperti Stallabrass tentang cyberspace, dalam prakteknya, ini masih membawa kepada semua orang lebih banyak kemungkinan seperti sebuah ruang yang lebih luas dan lebih terbuka, untuk keterlibatan sosial, politik, bahkan budaya. Jika, bersamaan dengan hal ini, kita juga mempertimbangkan kemunculan yang hampir tidak dapat dihindari dari masyarakat informasi dari sebuah perspektif teknologi, sebuah pemikiran kembali dari subyektifitas cyber dalam hubungannya dengan ideologi akan membuktikan diri sebagai yang paling penting. Jika cyberspace sekarang mengantisipasi bentuk dari masyarakat dimana kita akan mengangkat subyektifitas, menempatkan harapan terbaik kita baik pada fantasi dari seberang atau karnaval postmodernis yang tanpa akhir atau pada momok masa lalu (humanisme tradisional) akan menghasilkan energi dan vitalitas dari masyarakat cyber dan subjeknya. Maka, pengenalan dari masyarakat seperti yang dipakai oleh identifikasi aktif antara subjek yang terpisah dan objek yang terpisah (bentuk-bentuk ideologi) dapat menjaga pertimbangan serius kita tentang cyberspace dan subjek-subjeknya sekarang ini daripada sebuah sifat sementara.

Tapi, untuk mempertahankan energinya yang kreatif dalam konstruksi diri sendiri yang terus menerus, selalu membuka banyak resimbolisasi dari jaringan tele-politik. Ini mungkin taruhan yang terbaik yang dapat kita miliki dalam sebuah masa depan cyber yang tidak boleh dihindari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.